Thursday, December 17, 2015

Cerita Sebuah Pulau

Saya berada di sebuah pulau, dan berbincang dengan seorang pria, sekira sepuluh tahun umurnya diatas saya. Beliau berada di pulau itu sekitar dua - puluh tahun sudah. Sebetulnya angka dua puluh tahun itu belumlah lama, namun kebiasaan beliau untuk senantiasa berbincang dan bersosialisasi, menjadikan beliau memiliki banhyak referensi ihwal pulau tersebut.

Awal menginjakkan kaki di pulau tersebut, beliau bekerja sebagai karyawan sebuah hotel penginapan. Kala itu sedang 'booming' orang asing berpakansi ke pulau itu, mangkanya salah satu bisnis beliau adalah penyediaan 'entertainment', termasuk urusan hiburan malam dan wanita a-susila. "Ketika nilai dollar naik, maka orang asing sekelas kuli batu bisa datang ke pulau ini dan menyewa dua wanita sekaligus untuk menginap di pulau ini", ujarnya. Itu kelas kuli batu, bila kuli berlian tentunya lain lagi.

Selain berkutat dengan dunia hotel dan hiburan, kala itu beliau punya kerjaan sambilan yang benar - benar 'menggiurkan'. Kedekatannya dengan para petinggi membuatnya sering kelimpahan hujan uang. Itu karena pulau ini tidak bertuan. Dan pula tidak banyak penduduknya, mangkanya banyak tanah "menganggur". Ketika tiba masanya orang asing banyak berdatangan berpesiar, maka berduyun - duyun pula orang yang datang untuk berbisnis. Tak luput pula, proyek - proyek infrastruktur-pun mulai pesat dijalankan. Proyek - proyek itu didatangkan dari pusat. "Banyak orang militer terlibat di proyek - proyek tersebut", katanya.

Hujan uang itu dijelaskan beliau dengan bahasa yang menggelikan. "Jadi, saya harus rajin mencari informasi proyek.... ada selentingan akan ada proyek di lahan mana..., gitu. Setelah lokasinya jelas, trus saya mengkapling - kapling lahan itu. Saya kongkalikong dengan RT setempat. Saat itu belum ada istilah RT/RW disini, ya jabatannya sekarang mirip - mirip itu lah. Kadang - kadang tanah itu sudah dikuasai oleh penguasa - penguasa. Yang ditandai dengan adanya penjaga, biasanya preman. Beda dari yang sebelumnya, ketika saya ber-kongkalikong dengan RT itu biasanya tanahnya sudah ada dekat pemukiman, tetapi tak bertuan. Sementara tanah yang dijaga preman biasanya berbukit - bukit berhutan - hutan".

"Untuk tanah yang dekat pemukiman, saya mudah meng-kapling-nya asal bisa kongkalikong, apalagi tanahnya sudah siap, sudah rata, tinggal pasang pathok. Untuk tanah yang masih berhutan, biasanya orang-orang bekerjasama, segerombolan mobil pick up, punya alat tebas hutan, cangkul, dan sebagainya. Masuk ke hutan tersebut, trus kita membersihkan lahan. Istilahnya "nebas lahan". Kita harus memberi upeti kepada preman penjaganya agar diijinkan "nebas hutan". Tanah yang sudah kita tebas, harus dipagari dan diberi tanda. Dan ketika lahan tersebut dibeli oleh makelar, maka kita diberi duit ongkos tebas sesuai luas tebasan kita".

"Untuk tanah yang dekat pemukiman, setelah saya kapling sekitar sepuluh kali sepuluh meter, maka saya menghubungi seorang makelar rumah liar. Makelar itu kemudian membeli tanah tersebut. Padahal itu bukan tanah saya. Duit yang saya terima sekitar tiga ratus hingga lima ratus ribu rupiah per-kapling. Oleh makelar, tanah itu di-berdiri-kan rumah - rumah dari tripleks. Semacam bedeng. Tapi itu cuma rumah - rumahan saja. Asal - asalan, lantainya dan pondasinya gak ada. Tujuannya adalah ketika ada penggusuran, maka pihak proyek akan memberi sejumlah uang kompensasi kepada makelar sebagai ganti gusur tanah dan rumah. Semakin banyak biliknya, semakin besar kompensasi gusurannya. Biasanya makelar itu dapat kompensasi gusuran proyek sekitar dua puluh hingga tiga puluh juta per-kapling. Bisa lebih. Bayangkan, makelar itu beli dari saya lima ratus ribu, trus menjualnya tiga puluh juta. Makelar itu kemudian membongkar rumah-rumahannya,... dan lantas melakukan hal itu lagi ditempat yang lain. Tripleks yang digunakan ya itu - itu mlulu... Apa yang saya lakukan ? Saya sudah duluan melakukan kapling - kapling di area lainnya.... sebelum para makelar itu datang untuk membeli kaplingan saya...". [] haris fauzi, 17 desember 2015




No comments: