Setidaknya dalam akhir tahun ini saya musti tertawa tergelak - gelak, musababnya adalah ada beberapa dagelan bertaraf nasional. Setidaknya, ada tiga dagelan yang saya catat sebagai bingkisan akhir tahun 2015.
Dagelan pertama adalah jelas dagelan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan yang digelar medio akhir November 2015 hingga awal Desember 2015. Isinya persidangan adalah dugaan terhadap Ketua Dewan yang bernama Setya Novanto --diduga-- kedapatan meminta saham kepada perusahaan asing, dengan mencatut nama presiden. Belok kanan - belok kiri ga jelas, saya jadi ingat ludruk atau srimulat, atau pelawak Bolot, yang bila berdialog tidak pernah nyambung. Ini dagelan kelas wahid. Kutukan Gus Dur bahwa 'anggota dewan adalah anak TK', ternyata sudah basi, ternyata mereka sekumpulan pelawak kini, tentunya sekumpulan calo, apabila dugaan itu terbukti di sidang yang penuh dagelan bolot begitu. Dan, Presiden Jokowi akhirnya mengumpulkan para pelawak untuk rapat di tempat terpisah.
Dagelan pertama adalah jelas dagelan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan yang digelar medio akhir November 2015 hingga awal Desember 2015. Isinya persidangan adalah dugaan terhadap Ketua Dewan yang bernama Setya Novanto --diduga-- kedapatan meminta saham kepada perusahaan asing, dengan mencatut nama presiden. Belok kanan - belok kiri ga jelas, saya jadi ingat ludruk atau srimulat, atau pelawak Bolot, yang bila berdialog tidak pernah nyambung. Ini dagelan kelas wahid. Kutukan Gus Dur bahwa 'anggota dewan adalah anak TK', ternyata sudah basi, ternyata mereka sekumpulan pelawak kini, tentunya sekumpulan calo, apabila dugaan itu terbukti di sidang yang penuh dagelan bolot begitu. Dan, Presiden Jokowi akhirnya mengumpulkan para pelawak untuk rapat di tempat terpisah.
Dagelan kedua adalah keharmonisan antara Freeport dengan pemerintah, yang dengan metode slaman slumun slamet telah memperpanjang ikatan suci-nya pada medio Oktober 2015. Padahal semangatnya tidaklah begitu. Freeport yang semenjak dulu dengan penuh semangat digembar - gemborkan hendak didepak, ternyata hingga kini makin lama makin mesra. Butuh - butuh simbiosis mutualisma begitu. Ini dagelan kedua yang seakan tertutup oleh dagelan ribut - ribut saham Freeport di sidang MKD.
Ternyata, bisa jadi dagelan MKD di atas itu cuma sambel, yang tergaduh gak karu-karuan dan akhirnya menutupi dagelan sebelumnya, yakni perpanjangan kontrak antara Freeport dengan pemerintah, yang sudah berjalan semenjak kira - kira dua bulan sebelum kelucuan saham yang disidang di MKD. Kalo untuk dagelan kedua ini mungkin kata "menggemaskan" lebih cocok dibanding dengan "lucu". Dagelan kelas wahid, yang menghisap kekayaan alam negeri. Dan lucunya, lepas dari perhatian, ini yang membuatnya menjadi 'menggemaskan'.
Ternyata, bisa jadi dagelan MKD di atas itu cuma sambel, yang tergaduh gak karu-karuan dan akhirnya menutupi dagelan sebelumnya, yakni perpanjangan kontrak antara Freeport dengan pemerintah, yang sudah berjalan semenjak kira - kira dua bulan sebelum kelucuan saham yang disidang di MKD. Kalo untuk dagelan kedua ini mungkin kata "menggemaskan" lebih cocok dibanding dengan "lucu". Dagelan kelas wahid, yang menghisap kekayaan alam negeri. Dan lucunya, lepas dari perhatian, ini yang membuatnya menjadi 'menggemaskan'.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (ESDM), Sudirman Said, mengatakan, “Kami menyambut baik kelanjutan investasi Freeport di Papua yang akan meningkatkan perekonomian lokal dan nasional.”
Dagelan pertama itu menunjukkan bahwa anggota dewan adalah calo, dagelan kedua menunjukkan bahwa Freeport menguasai bangsa ini. Kedua-nya sama-sama dagelan yang 'nggilani'. Dagelan yang kedua ini, skenarionya sudah dirintis jauh - jauh hari, semenjak awal tahun, kemudian secara perlahan namun intens hingga medio lebaran, dan pada akhirnya diumumkan pada pertengahan semester akhir tahun 2015. Lamanya urusan ini salah satunya adalah supaya tidak menimbulkan kegaduhan. Slogan 'slaman slumun slamet' harus bisa produktif. Hasilnya, Freeport boleh mencangkul lagi. Asik.
Kalo boleh mencatat adanya dagelan ketiga, kita musti kembali ke sidang MKD yang 'ndlahom' tersebut, tapi ini bukan urusan kegaduhan sidangnya. Tapi urusan hiruk - pikuk yang tidak sebanding dengan barang bukti sidangnya.
Untuk ukuran saya, sidang tersebut merupakan sidang yang demikian bertele - tele, terutama kehebohan pada saat memutar rekaman percakapan, dan dilanjut dengan mendiskusikannya dengan metode simpang siur. Tetapi, ternyata, rekaman aslinya tidak ada di situ. Rekaman aslinya entah disimpan di mana, katanya di Kejaksaan Agung. Dan yang diperdengarkan adalah "fotokopi-an". Apakah ini tidak membuat tergelak - gelak ? Betapa sidang yang demikian "penting", yang konon bertajuk Sidang Kehormatan, ternyata barang buktinya adalah berupa 'fotokopian' saja. Tidak otentik. Jelas ini parodi yang membuat geleng kepala. Ini dagelan fotokopian.
Kalo boleh mencatat adanya dagelan ketiga, kita musti kembali ke sidang MKD yang 'ndlahom' tersebut, tapi ini bukan urusan kegaduhan sidangnya. Tapi urusan hiruk - pikuk yang tidak sebanding dengan barang bukti sidangnya.
Untuk ukuran saya, sidang tersebut merupakan sidang yang demikian bertele - tele, terutama kehebohan pada saat memutar rekaman percakapan, dan dilanjut dengan mendiskusikannya dengan metode simpang siur. Tetapi, ternyata, rekaman aslinya tidak ada di situ. Rekaman aslinya entah disimpan di mana, katanya di Kejaksaan Agung. Dan yang diperdengarkan adalah "fotokopi-an". Apakah ini tidak membuat tergelak - gelak ? Betapa sidang yang demikian "penting", yang konon bertajuk Sidang Kehormatan, ternyata barang buktinya adalah berupa 'fotokopian' saja. Tidak otentik. Jelas ini parodi yang membuat geleng kepala. Ini dagelan fotokopian.
Tiga dagelan, yang sebetulnya saling terkait ini, menjadi penutup tahun 2015 di negara Indonesia yang sungguh mengharu - biru. [] haris fauzi, 21 des 2015
No comments:
Post a Comment