Monday, December 31, 2007

kenisah : belajar memaknai


BELAJAR MEMAKNAI

....Manusia berusaha, Tuhan mengecewakan.... Seingat saya gitu kata Goenawan Mohamad...

Masihkah ingat tulisan saya soal panggung Dream Theater Nite ? Ya, 'nggedabrus' soal band - band yang manggung meng-cover lagu - lagu Dream Theater. Sebagai penonton, saya sempat berkenalan dengan penonton lain, salah satunya bernama Tole, saya mengenalnya sebelum pertunjukan mulai. Tole sengaja datang dari Bandung untuk nonton ke Bogor. Tole begitu apresiatif terhadap konser 'cover' tersebut. Tole pake kaos bergambar Dream Theater segala. Saya rasa persiapan dia untuk menonton begitu berlebihan, hampir semua lagu - lagu sudah dia hafalkan. Mania of the mania. Dan Tole siap bergadang menunggu fajar menyingsing untuk kemudian menggelandang langkah kaki ke terminal pulang ke Bandung. Maklum, konser 'cover' yang dahsyat itu sendiri kelar sekitar jam setengah satu dini hari.
Coba bayangkan bila Tole ini pada Januari 2008 kelak berkesempatan nonton Dream Theater beneran yang bakal ngamen di Singapura ? Bagaimana pula kelakuan Tole ?

Sebelum memasuki cafe, pertanyaan itu juga sempat saya lontarkan ke Tole. Tetapi dengan senyum dia menjawab,"...belum ada kesempatan...". Saya dalam hati juga begitu, saya juga pengen berangkat ke Singapura untuk nonton Dream Theater ngamen, niat udah di ujung ubun - ubun, tapi apa daya duit gak cukup. Pupus sementara. Jelas saya lihat Tole dengan semangat 'metropolis' menapakkan langkah menuju venue.

Ya. Bagi saya Tole berhasil memaknai konser 'cover' tersebut. Bila sudah bicara hal ini, maka realitas kehidupan hanyalah sebatas labirin yang kadang tak tembus oleh logika, namun suatu saat malah menjadi transparan dan kita memiliki sel dan energi untuk melaluinya dengan mudah, untuk menembusnya. 'Makna' adalah kekuatan, seperti kekuatan dan keberhasilan Tole dalam mengapresiasi musik Dream Theater. Saya kepikiran ihwal ini.

Lha lantas mengapa saya harus menulis ihwal ini ? Alasan utama adalah inilah kegelisahan saya kali ini, akhir tahun ini. Sebenernya kisah 'Tole' ini nggak terlalu menggelisahkan pikiran saya andai tidak ada kejadian lain yang menyertai hal itu. Kelanjutannya adalah ketika Sabtu kemarin seorang sahabat secara mendadak mengunjungi saya, dia bernama Fao. Menjelang maghrib dia konfirmasi hendak bertemu. Bertemu Fao berarti adalah bertukar pikiran, --artinya harus menyiapkan waktu khusus--.
Kami bercakap - cakap hampir semalaman. Bersua bakda isya --setelah di antara gerimis Fao membunyikan lonceng pagar rumah,-- dan kami saling mengucap salam perpisahan menjelang pukul satu dini hari.
Malam itu saya muntahkan ke Fao ihwal kegelisahan saya dalam mencerna pendapat - pendapat Edward W.Said. Sementara dia melontarkan potongan - potongan pemikiran Goenawan Mohamad yang makin membuat resah. Entah kenapa bahasan jadi meluap - luap kesegala penjuru referensi. Hingga harus melakukan pers conference segala, telpon ke seorang sahabat bernama Gaguk, yang malam itu sedang berada di Denpasar Bali. Gaguk adalah pegiat kampus di sana.

Fao bercerita bahwa Istrinya membelikan sebuah buku sebagai kado ulang tahunnya. "Manusia berusaha, .... Apa kelanjutannya, Ris ?", gitu kata Fao. "..biasanya dilanjutkan dengan frasa kodian: Tuhan yang menentukan...", sahut saya sambil mengangkat bahu ragu - ragu. "....Manusia berusaha, Tuhan mengecewakan.... Seingat saya gitu kata Goenawan Mohamad...kita jadi mempertanyakan keimanan disini...", urai Fao sambil memuntir sendok mengikuti gaya sentrifugal. "Kita jadi kafir...apakah kafir ? Apakah maknanya bila kita dinilai kafir ?...kita meranah ke kesakralan Al-Qur'an...", ..waduh mulai mbulet nih. Ya kerena mbulet maka saya pintas saja perbincangan saya dengan Fao.

Di warung kopi, Fao malam juga mencoba mengaduk - aduk ihwal 'makna'. Apakah maknanya Al-Qur'an andai dibaca terus menerus, tanpa bisa mengerti artinya ? Mengapa Islam sebagai ajaran seperti 'hanya' terjebak pada sebendel buku bernama Al-Quran yang kemudian di baca keras - keras lewat mikrofon ? Dimana keagungan ajaran Islam yang mengubah kebiadaban jahiliyah menjadi madani? Adakah memang sebendel buku yang disakralkan ini cukup untuk memperbaiki kebobrokan dunia ? Buku yang dibersihkan dan disucikan, dibaca lantang, lantas disimpan kembali ? Lantas ...? Lantas...?

"Tidak, Ris....Nggak mungkin hanya melantunkan ayat suci maka dunia ini wujudnya berubah. Muhammad melakukan lebih dari itu. Kita belum memaknai dengan benar apa itu ajaran dari Muhammad...",papar Fao yang menarik diri ke posisi 'kafir'. Fao selalu tidak peduli dengan pandangan dan tuduhan orang lain yang hampir selalu dipastikan selalu mempertanyakan keimanannya. Dia memang selalu dan lebih senang seperti itu,"Sejauh ini kita hanya menjadikan Al-Qur'an sebagai ikon, tanpa bisa menjadikannya sebagai way of life..., Bukankah Al Qur'an harus menggerakkan revolusi ...?", terawangnya. Lagi - lagi Fao menguraikan dan mengingatkan kepada kiprah tokoh ideal Abu Dzar Al-Ghiffari. Fao memang seperti itu.
Aslinya saya tidak ingat lagi bagaimana detil percakapan malam itu, tetapi saya sedikit menangkap bahwa kegusaran saya hampir identik dengan kegusarannya. Kegusaran yang berujung tulisan absurd ini. Tulisan ngalor - ngidul. Maaf, memang tulisan ini tidaklah runut, seiring dengan teracak-acaknya kegelisahan ini.

Saya pamit, membiarkan Fao membayar minuman dan menyeberang jalan. Saya sendiri membanting pintu mobil lantas menyalakan mesin dan audio-nya. Menderu menjelang terbangunnya matahari dengan 'Carpet Crawlers' meningkahi telinga, lagu tentang proses metafisis seorang tokoh bernama 'Rael'. Atmosfir masih berinai rintik hujan, sisa - sisanya membulir di kaca mobil dan menggantung di ujung - ujung rambut. Saya membiarkannya.
Di akhir tahun ini sang waktu mengajarkan sesuatu kepada saya. Mengajarkan untuk tidak ragu - ragu terjerumus ke dalam kubangan makna, terjerumus meninggalkan identitas jubah - jubah yang menipu. Menuntun kepada jalan yang makin jelas, bahwa dalam meretas jalan hidup, makna adalah segalanya. Makna - makna memiliki nilai lebih dari sebagai mutiara. Apalah arti intelektual bila yang dikehendaki adalah lautan problem yang harus diselami ? Apalah arti kesakralan kitab suci tanpa aksi ? Apalah arti jubah - jubah anggun itu tanpa makna ? Apalah guna derai sejuta tawa bila yang dikehendaki adalah makna senyum bidadari ? [] haris fauzi - 31 desember 2007


salam,
haris fauzi


majalah solid
situs keluarga
kolom kenisah



Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.

No comments: