Monday, October 20, 2008

kenisah : jadi maling

JADI MALING
 
Saya pernah beberapa kali nyolong. Ini tiga ceritanya yang saya ingat cukup detil.
Yang pertama adalah maling blimbing. Jadi, dalam perjalanan pulang dari sekolah, kami melewati jalan besar. Namanya jalan Hamid Rusdi. Sekolah saya di jalan itu juga, namanya SD Putra rata tama, alamatnya jalan Hamid Rusdi nomer 100. 
 
Jalan itu masih seperti dulu, nggak juga diperlebar. Dan di salah satu sisinya ada trotoar lebar. Bukan trotoar, tetapi cuma jalur hijau gitu saja. Saking jauhnya jarak pagar rumah ke pinggir jalan, membuat jalur hijau itu demikian lebar. Beberapa kali saya tawuran di trotoar itu. Di area jalur hijau itulah ada salah satu rumah yang memiliki pohon belimbing yang sering banget berbuah. Saya biasa pulang sekolah bertiga, dengan Budi dan Wing.
 
Seingat saya, rumah itu adalah milik teman tetangga saya. Jadi tetangga saya ada yang berteman dengan anak rumah berpohon belimbing itu. Saya, Budi, dan Wing memang sering kehausan bila pulang sekolah kala matahari terik pas gelincir waktu dzuhur. Dan ketika melewati rumah itu, semula kami cuma memandang.  Besoknya kami melompat ke dahan yang keluar pagar, dan meraih buah yang bergelantung bebas di atas jalur hijau itu.
Lama - kelamaan kami makin berani, kami mulai bergantian memanjat pagar, hingga merayap pagar pembatas dua rumah mendekati rumah dan memanen buah yang ranum. Tapi kami belum menginjak area rumah itu. masih di pagar batas.
 
Namanya maling, sekali berhasil, pasti ngelunjak. Suatu ketika nggak ada lagi buah yang menjuntai ke luar pagar. Nggak ada lagi buah yang bisa diraih dengan memanjat pagar antar dua rumah. Kami bertiga mulai adu nyali. Suatu ketika pintu pagarnya terbuka. Kami memberanikan diri masuk, eh, rasanya yang pertama masuk Si Wing. Trus meraih sebuah belimbing yang terdekat. Lantas kabur.
 
Lama - lama kebiasaan, ternyata aman. Dan pintu pagarnya jarang ditutup. Kami bergiliran tugas masuk, andai hari ini Wing, maka saya besok, dan Budi besoknya. Bahkan kami juga sudah mulai berani membuka grendel pagar andai grendelnya terselot.
 
Kalo diingat, rasanya pas giliran Wing yang harus masuk pagar, kala itu kepergok. Dan kami bersembunyi, Wing yang berada di dalam ngacir lari keluar. Sementara saya dan Budi nggak pernah kepergok. Misi selalu sukses.
 
Gerakan maling yang kedua adalah ketika saya nyolong kaset. Ini sungguh dahsyat, saya nggak pertimbangkan resiko besarnya kala itu. Toko kaset itu berada di dalam mall yang banyak sekali satpam-nya. Memang di toko kaset itu cuma sedikit penjaganya. Tapi andai ketahuan dan saya berhasil kabur keluar dari toko itu, praktis beberapa satpam akan menghadang saya di hall mall. Resiko yang sungguh besar dibandingkan dengan apa yang saya peroleh, 500 perak. Lho kok 500 rupiah ? Ya. Sebenarnya saya tidak nyolong sepenuhnya. Tapi menukar isi kaset. Jaman itu ada kaset yang berdurasi 60 menit, disebut C-60. Dan yang berdurasi 90 menit, C-90. C-60 berharga 2250 rupiah, C-90 berharga 2750. Saya kepingin kaset yang C-90, tetapi apadaya, duit cuma ada 2500 rupiah.
 
Aksi itu nggak saya lakukan sendirian. Saya bersama Wawan, tetangga sebelah. Yang nyolong saya, tapi yang mbantu dia.
Walhasil, setelah atur siasat dan mengamati kondisi kami memberanikan diri memasuki toko kaset dan langsung menuju TKP. Saya memilih beberapa kaset, dan sesuai skenario teman saya seakan iseng mengambil beberapa kaset lain juga. Beberapa saat kemudian saya menukarkan isinya. Setelah mencobanya sebentar, saya bawa ke kasir dengan tenang, dan membayar 2250. Teman saya masih asyik pura - pura milih kaset dan membongkar - bongkar isinya. Setelah saya hampir kelar urusan bayar - mebayar, dia baru menyusul ke kasir lantas kami berdua jalan ke luar. Langsung ke parkiran, ambil sepeda pancal dan pulang. Hahahahaha. Dasar gendeng.
 
Yang juga gemblung adalah ketika saya nyolong buku di pasar. Sendirian. Nekad. Ketahuan pula. Untung nggak digelandang ke kantor pengelola pasar.
Critanya gini, saya pengen punya dua majalah, tapi duitnya cuma cukup buat beli satu. Nekad saya lapiskan dua majalah itu jadi satu dengan menyelipkan salah satu majalah di tengah - tengah majalah yang lain. Pas membayar, saya cuma melambaikan buku itu ke penjaga warungnya. Harapan saya dia tau harganya dan langsung oke tanpa memegang majalah yang kini tebalnya menjadi dua kali lipat itu. Tapi dasar sial. Dia pengen memeriksa dulu majalah itu. Dueeer !!! Ketahuanlah beta. Diomelin sama yang jaga. Dan disuruh bayar keduanya. Tapi karena saya nggak punya duit cukup, maka satu majalah saja yang disorongkan kepada saya sambil ngedumel dan memaki-maki. Nasib, nasib. [] haris fauzi - 17 oktober 2008


salam,

haris fauzi


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

No comments: