Thursday, October 16, 2008

kenisah : secarik koran yang merisaukan

SECARIK KORAN YANG MERISAUKAN
 
Lehman Brothers Holding. Inc,- Tahun bangkrut 2008, asetnya tercatat mencapai USD639 miliar sebelum bagkrut....
 
WorldCom.Inc,- tahun bangkrut 2002; Asetnya tercatat mencapai USD104 miliar sebelum bangkrut...

Enron Corp. Tahun bangkrut 2001. Nilai total aset sebelum bangkrut sebesar USD66 miliar....penipuan hitungan penganggaran...hingga akhirnya mendesak status bangkrut...

(secarik koran, medio akhir september 2008)
 
Mendekati akhir ramadhan, dunia ini dikejutkan dengan peristiwa 'Black Friday'. Media dan koran ramai membicarakannya. Kejadian yang membuat raksasa asuransi dunia AIG, hampir terjungkal andai tidak diselamatkan oleh pemerintah Amerika Serikat. AIG --sebagai kelompok asuransi terbesar se-dunia--katanya-- dengan memasang iklan di kesebelasan paling mahal sedunia; Manchester United,-- tidak dinyana, akhirnya harus menyedot dana rakyat. Yang jelas - jelas tidak sedikit.
 
Saya bukan seorang pengamat ekonomi, saya bukan pula orang yang mengerti ihwal penghitungan finansial, yang berkabar bagaimana selembar saham bisa mengubah dunia. Demikian juga dengan secarik koran bekas tersebut. Secarik koran itu mengubah saya, menjadi seorang yang serba khawatir. Membuat saya jadi menerawang jauh ke belakang, mengingat - ingat bagaimana budaya kapitalisme menjalar dan menggurita, dengan segala tetek - bengek kerapuhannya. Dan kepalsuannya. Dan kemudian menyengsarakan banyak orang kecil.
 
Saya jadi teringat salah satu idola saya, Pak Adi Sasono, yang gara - gara straight forward melawan sistem kapitalisme dan konglomerasi ini akhirnya dijuluki oleh majalah Far Eastern Economic Review sebagai "Indonesia's Most Dangerous Man (?)". Adi Sasono sering menyampaikan bahwa bangsa ini terbawa - bawa arus kapitalis, mulai dari ritel hingga perusahaan - perusahaan besar, terproteksi oleh pemerintah menjadi monopolis, dimanjakan mendapatkan dana dari perbankan, dan setelah bangkrut, beban terbesar ditanggung oleh negara, berarti oleh rakyat. Pengusahanya sendiri kabur, atau menghilang, dan kemudian masih bisa menikmati hidup mewah. Padahal, bangsa ini bukan tempat yang cocok bagi sistem kapitalis.
 
Tempat yang cocok ? Seingat saya, semenjak era filosofi materialisme menggusur spiritualisme, maka ada dua tempat yang menjadi pertumbuhan gaya filsafat ini, sistem sosialisme tumbuh subur di wilayah sosialis, dan lantas sistem kapitalisme tumbuh menggurita di wilayah masyarakat liberal. Setidaknya begitu menurut filsuf modern Murtadha Muthahhari.

Ya. Amerika dan Soviet, tentunya yang dimaksudkan Muthahhari. Ladang di Sovyet sudah terbakar duluan, dan kini, bahkan di ladangnya sana, Amerika Serikat, ternyata 'black friday' hampir saja menjungkalkan sistem kapitalisme ini.
 
Seiring dengan ketidaktahuan saya, yang jelas benar - benar membuat rasa khawatir ini tumbuh. Khawatir akan kondisi disini. Di tanah dimana berpijak ini, suatu tempat yang masih sering disibukkan dengan kecompang - campingan sistem perekonomiannya, dimana aturan masih gamang, yang masih sering dimanipulasi dan ditelikung oleh orang - orang yang serakah. Bagaimana industri besar berjamur dan menggilas usaha kecil, sudah bukan tontonan langka lagi disini. Ketika satu usaha besar berdiri, dia menggilas puluhan usaha kecil. Ketika usaha besar itu berkembang, dengan segala usaha akhirnya menyerap dana besar dari perbankan sehingga pengusaha kecil gak kebagian. Dan ketika usaha besar itu bangkrut, maka pemerintah kewalahan menutup kerugiannya. Membangkrutkan bangsa dan rakyat. Ya. Mereka menggurita di tanah yang sangat tidak stabil ini. Membuat kekhawatiran yang semakin menggunung. Menggunung.[] haris fauzi - 16 oktober 2008

salam,

haris fauzi

No comments: