Saturday, December 03, 2016
212
Tuesday, November 15, 2016
Awas Provokator Beraksi
Saturday, November 12, 2016
Kemungkinan Itu Islamphobia
Saturday, November 05, 2016
411
Thursday, October 27, 2016
ketika premium habis
Friday, September 23, 2016
Monday, September 19, 2016
Skenario
Sekte-sekte terus diciptakan oleh pemegang skenario pemecah belah Islam. Lima tahun mendatang, timur tengah akan banyak sekali sekte, dan tidak ada kedamaian di timur tengah. Akan banyak pertempuran antar sekte di sana. Ini skenario --plan B-- musuh Islam. Dan ternyata berhasil.
Skenario plan B ini dikhususkan untuk pemeluk islam fanatik. Sementara pemeluk islam yg tidak fanatik, cukup dengan sekularisasi dan materialisme saja mereka sudah melepaskan syariat.
Plan A dan B diolah di rapat - rapat Freemason. Wallahu'alam.
Di masterplan B, yg targetnya adalah kaum fanatik, diciptakan friksi provokatif, sehingga saling hujat dan saling menyalahkan. Dan skenario ini sudah berjalan lancaaaar sekali di banyak negara Islam dan timur tengah. Konon, semua friksi ini ditargetkan untuk memuncak menjadi civil war di negara-negara islam. Sehingga umat Islam sibuk berperang dengan saudara sesama Islam.
Di Indonesia, plan A berjalan melalui media, pemilu, dan terutama sekolahan. Skenario IAIN jadi Universitas itu salah satunya. Dengan menjadi universitas, nilai-nilai sekuler lebih bisa masuk.
Plan B ? Juga gencar habis. Setelah orba berhasil memelihara konflik NU vs Muhammadiyah, kini konflik itu ga berlaku, konflik yg berlaku adalah friksi antar sekte..... Selalu dipelihara adanya ketegangan dalam masalah umat Islam, selalu harus ada ! Mangkanya dalam pemilu, Kalo perlu calon dari umat Islam banyak dimunculkan shg memecah belah suara.....termasuk golput.,.
Lihat sekarang di sekeliling kita, masjid A sekte A, masjid B sekte B, dst.... Dan puncaknya, ketika sholat ied, masing - masing masjid mengadakan sholat ied... Dalam skala kecil - kecil.,. Ini skenario B..,... Sekte....pemecahan..... Pelemahan..... Konflik..... Habislah energi islam untuk berkonflik ria.... Skenario ini berjalan mulus bin lantjar djaya..... Wallahu'alam.
Konflik sunni - syiah memuncak pada perang Iran vs Iraq. Didasari dendam revolusi Iran, Amerika membela Iraq. Isyu ini oleh freemasonry skrg disulap... menyublim menjadi generalisasi rafidhah syiah. Padahal dlm beberapa referensi ibn Taimiyyah jelas - jelas membedakan antara syiah dan rafidhah. Yg masuk ke Indonesia, jelas rafidhah. Mana yg mau dipercaya ? Definisi ibn Taimiyyah ? Atau freemasonry ? Kembali ke diri masing-masing.
Soal demokrasi, ini mesin untuk megalahkan pemimpin islam. Amien Rais jelas terjungkal melalui pola demokrasi. Dan yang paling norak adalah digulingkannya Mursi Mesir, walau sudah jelas menang pemilu demokrasi. Jadi, rule demokrasi ini diciptakan untuk legitimasi kekalahan pemimpin islam. Kalo toh menang, harus digulingkan.
Lantas, kita mau bagaimana ?
Wednesday, August 17, 2016
Terkubur
Aku bersyukur,
punya kesempatan ikut bertempur,
walau akhirnya terkubur.
Itu tidaklah mengapa.....
Setidaknya anak cucuku mewarisi kisahnya...
Sebagaimana kisah leluhur disana.
Tuesday, June 21, 2016
Sudut Pandang Kesempurnaan
Monday, June 13, 2016
Sunday, June 12, 2016
KUTIBA
"kutiba..." bukan "fardhu".... Dijelaskan dgn keterkaitan QS al Baqarah 183 dgn frasa "......imanan waihtisaban"
Monday, May 16, 2016
Botol Miring
Wednesday, April 27, 2016
nafsu shaf satu
Ini ceritanya sholat belum di mulai, baru persiapan senyampang iqamah. Seiring iqamah dan instruksi imam ihwal merapatkan dan meluruskan shaf depan, maka berbondong - bondonglah para jamaah maju ke depan untuk mengisi ruang shaf depannya. Yang masih kosong, --atau lega-- segera diisi. Renggang - renggang begitu, bisa dirapatkan dengan baik. Idealnya demikian.
Menjelang iqamah, ada seorang bapak - bapak berbaju gamis dengan prejengan ustadz menyuruh anak saya pindah ke belakang. Praktis Si Bungsu tidak mau, dia maunya di sebelah ayahnya. Orang itu terus "mengganggu"Si Bungsu hingga cemberut dan menggelandot di kaki saya.
Akhirnya saya ikut rembug. Saya memperingatkan orang itu --baik-baik-- bahwa Si Bungsu ogah berpisah dengan Ayah-nya. Entah karena bebal, orang itu tetap mengganggu Si Bungsu dan tetap saja dia menyuruh agar Si Bungsu mundur. Katanya," Shaf pertama buat bapak - bapak....anak - anak di belakang...".
Sekali lagi, kejadian ini mengganggu ke-khusyu-an sholat saya, hingga akhirnya saya nyaris memutuskan untuk tidak mau bersalaman dengan dia. Di masjid tersebut, usai wirid dan doa dilakukan salaman keliling, dan ketika saya bertatap muka dengan bapak tadi, nyaris saya tidak mau bersalaman.
Thursday, April 21, 2016
Media Oh Media
Sunday, April 17, 2016
Thursday, April 07, 2016
Friday, April 01, 2016
Ketika Iluminati Menghendaki Peperangan
Wednesday, March 23, 2016
Sunday, March 20, 2016
Ashar hingga Maghrib
Hal ini berdasar kepada petunjuk dari Rasulullah yang melarang solat di tiga waktu, yakni ketika matahari terbit ( ba'da subuh hingga dhuha ), ketika matahari tepat di atas ubun-ubun (menjelang waktu dzuhur ), dan waktu ketika matahari menjelang tenggelam ( antara ashar hingga maghrib ). Konon, para penyembah matahari melakukan ritual di tiga waktu tersebut, makanya dikenakan hukum haram.
Salah satu versi tentang persepsi tentang tiga waktu "haram" tersebut memberikan sedikit kelonggaran bagi para muslim yang hendak menunaikan sholat sunnah di antara ashar dan maghrib. Dengan beberapa dalil yang cukup kuat.
Yang pertama, dalam hal sholat ba'diyyah ashar, beberapa hadits menyampaikan bahwa Rasulullah SAW melakukan sholat ba'diyyah ashar di rumah sepulang berjamaah ashar di masjid. Maka hadits tentang pelaksanaan sholat ba'diyyah ashar ini berujuk dari para keluarga Rasul, bukan dari para sahabat. Karena jelas keluarga Rasul faham aktivitas Rasul di rumah, sementara sahabat faham aktivitas Rasul di masjid.
Dalam hadits tersebut disampaikan bahwa Rasul menjalankan sholat ba'diyyah ashar di rumah dengan dalil "khawatir akan memberatkan ummat".
Dalam pendapat ini, masih berlaku haramnya sholat sunnah sebagai penyerupa penyembah matahari yakni saat matahari nyaris tenggelam, beberapa saat menjelang waktu maghrib, bukan tepat seusai sholat ashar. Apabila kita sholat ashar tepat awal waktu, tentu masih punya waktu sekitar dua jam sebelum masuk waktu yang di-"haram"-kan tersebut.
Dari kondisi ini, jelas, ada sunnah yang menjelaskan di-contoh-kannya pelaksanaan sholat ba'diyyah ashar.
Bagaimana dengan qobliyyah maghrib ? Bila merujuk kasus di atas, usai adzan maghrib, maka hilang sudah larangan sholat penyerupa penyembah matahari. Jadi, bisa diasumsikan waktu larangan itu sudah lewat.
Hal ini diperkuat juga dengan adanya dalil yang menyampaikan tauladan ihwal sholat qobliyyah maghrib dari Rasulullah SAW yang memerintahkan melaksanakan sholat sunnah dua rakaat sebelum sholat maghrib. Konon perintah itu diulang oleh Rasulullah SAW hingga tiga kali, dan lantas diakhiri dengan pernyataan Rasulullah,".... bila kalian mau". Hal ini bertujuan sebagai bentuk "tidak mewajibkan". Jadi, secara holistik, ini lebih berupa anjuran dibanding sebagai perintah. Wallahu'alam. [] Haris Fauzi, 20 Maret 2016
http://kenisah.blogspot.com
Thursday, March 17, 2016
Tiga Niat
Pernahkah anda mengamati sekira tiga macam orang bergelagat berniat hendak memulai sholat ?
Gelagat yang perkara pertama, adalah seseorang yang menyegerakan melaksanakan sholat. Langkahnya begini, beliau berjalan memasuki masjid, kemudian berhenti pada suatu shaf, dan sekonyong berhenti, beliau segera mengangkat tangan bertakbiratul-ihram, seakan tiada jeda antara langkah dia berjalan, berhenti, kontan langsung ber-takbir. Niat-nya dibaca dalam hati, bahkan ketika kakinya masih melangkah memasuki masjid. Biasanya pengikut jamaah salafi yang melakukan hal ini, menyegerakan sholat, dan tidak melafadzkan niat.
Perkara kedua, seseorang memasuki masjid, kemudian berhenti berjenak, barulah ia menunaikan takbiratul-ihram. Jadi ada berjarak antara kaki dia berhenti berjalan, biasanya merapikan posisi, berdiam memusatkan perhatian, kemudian berniat --ada yg dilafadz-kan ada pula yang tidak-- dan lantas baru mengangkat tangan secara perlahan bertakbiratul-ihram. Pada umumnya, jamaah muhammadiyah dan nahdatul ulama melakukan hal ini, cuma bedanya muhammadiyah tidak melafadzkan niat, sementara nahdatul ulama melafadzkan.
Perkara ketiga adalah adanya orang yang berlama - lama menjelang sholat. Tidak bersegera bertakbiratul-ihram. Membaca surah an-Naas tiga kali, ayat kursi, dan al Ikhlas, barulah beliau mengangkat tangan secara lama, seperti mencari posisi pernafasan. Bahkan beberapa kali tidak sreg dan mengulang hal serupa, barulah bersedekap tangan. Saya kurang faham dengan tepat jamaah apa yang melakukan hal ini, beberapa jamaah tarikat dan pengajian kitab kuning melakukan hal tersebut, tapi saya tidak yakin benar, karena saya jarang melihat hal tersebut. Konon semua yang dilakukan menjelang takbiratul-ihram itu bertujuan untuk menjauhkan dari godaan setan, ingin berkonsentrasi, sehingga mencapai puncak kekhusyu'an dalam ber-sholat.
Bila saya membaca gelagat antara perkara pertama dan perkara kedua, keduanya memiliki nilai positif. Dalam perkara pertama, yakni menyegerakan takbir artinya menyegerakan menunaikan sholat. Ini jelas benar.
Sementara yang perkara kedua, melakukan konsentrasi sejenak, tujuannya supaya bebas dari urusan yang lain, fokus untuk menegakkan sholat, dan mencapai kekhusyu'an, sehingga terbebas dari hal - hal sepele seperti menggaruk, mengelus jenggot, menggosok hidung, dan tindakan lain yang acap dilakukan ketika sholat. Tentu bila itu dilakukan, --contoh menggaruk hidung-- akan menurunkan kualitas sholat. Saya sendiri cenderung menjalankan yang perkara kedua. Wallahu'alam. [] haris fauzi, 16 maret 2016
Sunday, March 13, 2016
Petakompli Sang Da'i
Ada yang aneh disini, setelah sebelumnya Sang Da'i menggojlok audiens dengan skak-mat ihwal sholat sunnah, tak berselang lama--- sekitar 10 menit kemudian, Sang Da'i malah mengajak audiens untuk bersama - sama meninggalkan salah satu sholat sunnah utama, ba'diyyah isya. Entah maksudnya kenapa.
Tuesday, March 01, 2016
Monday, February 29, 2016
Tuesday, January 12, 2016
maulid
Kemapanan PHBI mulai terusik semenjak maraknya jamaah Salafi - Wahabi yang mengkritisi penyelengaraan PHBI, khususnya peringatan Maulid Nabi. Alasannya adalah telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW bahwa Islam memiliki dua Hari Raya, yakni Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Menurut dalil Salafi - Wahabi, diluar dua hari raya tersebut, maka hari raya yang lain adalah bid'ah dan sesat. Dan lagi, selama masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, hingga para sahabat empat generasi, tidak pernah ada penyelenggaraan acara Maulid Nabi Muhammad SAW.
Beberapa rekan Salafi - Wahabi juga berpandangan bahwa peringatan maulid hanyalah kebiasaan peninggalan nenek moyang yang harus ditinggalkan, yang dimuat dalam Al Qur'an Al-Baqarah 2:170 sebagaimana artinya :
"...Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
Dua statemen utama dari Salafi - Wahabi tersebut sangat benar sekali, namun dalam pandangan saya, justifikasi perorangan-nya bisa salah. Contoh sederhana adalah statemen pertama tentang Hari Raya. Sebagaimana saya bertanya kepada rekan - rekan yang menyelenggarakan Maulid Nabi, mereka juga beranggapan sama, yakni hanya ada dua hari raya, sementara Maulid Nabi bukanlah hari raya, namun berupa "Peringatan" akan lahirnya Rasulullah SAW. Ihwal "peringatan" ini, senyampang tidak pernah dijalankan di masa para sahabat, dalam pandangan Salafi - Wahabi, berarti mengada - ada, dan itu bid'ah, dan semua bentuk bid'ah adalah dholalah (sesat). Sementara dari pihak penyelenggara, yang kebanyakan berbasis NU dan Muhammadiyah, beranggapan bahwa tidak semua yang mengada - ada adalah bid'ah, contohnya sholat tarawih berjamaah, pencetakan Mushaf al Qur'an, sekolahan, dan lainnya. Dalil kedua kubu cukup kuat.
Statemen kedua, ihwal "peninggalan nenek moyang", itu juga benar. Karena acara maulid sudah dilakukan turun - temurun semenjak jaman dahulu kala. Namun, sekali lagi, tidak semua peninggalan nenek moyang adalah salah. Sholat, Zakat, Haji, Puasa, itu semua peninggalan nenek moyang. Dan itu tidaklah salah. Ini adalah masalah pemahaman tekstual kontekstual secara perorangan.
NU dan Muhammadiyah memiliki ustadz-ustadz yang berkaliber tinggi. Salafi - Wahabi juga memiliki rujukan kuat dari para ulama dari Saudi. Yang satu pihak menyelenggarakan peringatan maulid, yang isinya kebanyakan adalah tausyiah, pengajian, pembacaan sejarah Rasulullah SAW, pembacaan al Qur'an, hafidz, santunan, dan seabreg kegiatan positif lainnya. Pihak lainnya tidak melakukan itu semua dengan dalil yang telah ditetapkan oleh ulama mereka. Manakah yang salah ? Bagi saya, kedua pihak merujuk kepada dalil yang kuat, dan tidak ada yang salah. Semua benar. Ini seperti pertanyaan : manakah yang salah, tarawih 8 rakaat atau 20 rakaat ? Mana yang salah ? Tentunya semua benar. Jalan menuju kebenaran itu tidak harus selalu sama. Sesuatu yang berbeda, tidak melulu salah, dan tidak boleh mutlak disalahkan. Mereka yang menyelenggarakan maulid bukan ahli-bid'ah. Mereka yang tidak menyelenggarakan juga bukan kaum takfiri.
Saya pernah punya pengalaman lucu ihwal seperti ini, yakni ketika saya kala itu sedang memelihara rambut panjang. Dalam sirah Rasulullah, Muhammad SAW memotong rambutnya mengunakan pedang pendek. Ini artinya rambutnya cukup panjang, konon sebahu. Hal ini diperkuat dengan dalil sebagai berikut :
Dari Bara’ bin Azib, dia berkata, “Aku tidak pernah melihat rambut melampaui ujung telinga seorang pun yang lebih bagus dari (rambut) Rasulullah.”
Dalam suatu riwayat lain, “Rambut Rasulullah sampai mengenai kedua bahunya.” (Hr. Muslim: 2337)
Ihwal rambut, ketika rambut saya disindir oleh salah seorang dari mereka, sempat saya tanyakan kepada rekan - rekan dari Salafi - Wahabi, mengapa mereka kebanyakan memanjangkan jenggot, tetapi memotong rambut cepak. Alasannya adalah," Rapi itu ajaran Rasulullah". Tetapi, bukannya Rasulullah SAW berambut panjang dan rapi pula ? Ini jelas sekali pemahaman individual. Pemahaman yang akhirnya menggiring justifikasi individual, bukan komunal.
Ini adalah bentuk pola pikir. Menurut beberapa orang Salafi - Wahabi, berambut gondrong adalah tidak rapi. Cuma beberapa orang, bukan atas nama kelompok. Padahal berambut gondrong adalah dicontohkan oleh Rasulullah. Berambut gondrong tidak mutlak kemproh. Ketika saya berambut gondrong, beberapa rekan Salafi-Wahabi melakukan justifikasi bahwa saya tidak rapi, tidak mengikuti sunnah rasul yang harus rapi. Apakah gondrong saya tidak rapi ? Saya rasa, rambut saya rapi. Rambut saya tidak seperti Bob Marley. Sekali lagi, ini pola pikir, menganggap yang mengikuti sunnah rasul adalah yang mereka lakukan, sementara lainnya adalah menyimpang dari sunnah Rasulullah. Padahal tidak demikian. Pola pikir ini sifatnya individual, penilaian oleh perseorangan. Secara umum, gondrong berarti sunah Rasul, rapi berarti sunnah Rasul. Kedua-nya benar dan baik. Lebih mudah begitu.
Menyelenggarakan Maulid dalilnya kuat, demikian juga bagi yang tidak menyelenggarakan juga memiliki dalil yang kuat. Tinggal pola pikir individualnya seperti apa positif - negatifnya. Hemat saya, Muhammadiyah dan NU tetaplah tidak perlu dianggap ahli-bid'ah bila menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi. Demikian pula bila Salafi-Wahabi tidak menyelenggarakan Maulid tersebut, bukan berarti mereka kaum takfiri (kaum yang sering menuduh kafir kelompok lain). Bila ada yang menuduhkan bid'ah, bila ada yang men-cap takfiri, itu mungkin hal negatif individual semata, bukan mewakili komunitas. Itu pendapat saya. [] haris fauzi, 12 januari 2016.