Wednesday, August 06, 2008

kenisah : dengan satu kipas

DENGAN SATU KIPAS

Jalan bebas hambatan Cikampek arah Jakarta tampak padat. Saya mengendarai Zulficar (nama mobil saya) dengan santai. Mendengarkan album lama gitaris Nordic, Yngwie Malmsteen, 'Eclipse'.
Mendekati km 15, sekitar Bekasi jalanan makin saja memadat. Saya sedang berusaha menuju ke arah pintu gerbang tol Cikunir, kira - kira di km 12. Saya hendak melanjutkan ke tol lingkar luar, trus melaju di tol Jagorawi, hendak pulang ke Bogor. Ternyata antrian menuju gerbang itu cukup panjang. Saya harus merayap sekitar sepuluh menit untuk membayar, dan terbebas dari antrian. Terbebas ? Ternyata tidak. Astaga. Tiga puluh meter setelah membayar, nampak antrian yang meng-ular, macet merayap. Mobil bertumpuk rapat maju secara 'stop and go'. Saya mengarahkan moncong Zulficar ke kiri. Di depan ada persimpangan, ke kiri menuju Bogor, ke kanan menuju Cakung. Ke kiri macet hebat.

Entah mungkin karena sudah delapan tahun saya mengendarai Zulficar, maka saya cukup faham karakternya. Dan sore itu, menjelang maghrib, ada bunyi asing diantara dengung mesin. Saya mematikan stereo mencoba menajamkan telinga, guna menangkap bunyi gemeretuk itu. Terkesiap, saya segera membelalakkan mata ke arah dashboard. Benar saja, temperatur mesin naik hingga mencapai skala 7 dari 10, mendekati zona merah. Kontan saya mematikan mesin dan menyalakan hazard. Saya terjebak di tengah kemacetan, jalur ketiga dari delapan jalur.

Saya membuka pintu dan turun, berusaha untuk tenang, karena itulah yang terbaik. Mempersilakan mobil belakang menghindar ke kanan seraya meminta maaf dengan tangan seperti Dalai Lama. Sang Sopir tersenyum kepada saya.

Kemudian saya membuka kap mesin. Seperti sudah saya duga, salah satu kipasnya mati. Motornya macet dan dudukannya meleleh. Sebenarnya sudah dua hari lalu pengkondisi udara (AC) mobil ini lambat berfungsi, mungkin karena daya kipas ini sudah melemah. Gejala awal.

Biar saya jelaskan. Zulficar memiliki dua kipas. Satu kipas mesin dan satu kipas AC. Kipas mesin terletak antara mesin dengan radiator. Kipas AC lebih kecil terjepit antara radiator dengan grill. Kipas AC ini biasa disebut dengan kipas tambahan (extra fan). Disebut kipas AC karena urutan kabel tenaganya menyatu ke panel AC. Lucunya, aliran pipa AC sebetulnya malah didinginkan oleh kipas mesin, karena filter instalasi AC ada di muka kipas mesin. Itulah kenapa dalam dugaan saya, bila kipas mesin sudah soak, maka AC akan terganggu fungsinya. Kipas mesin inilah yang kini macet.

Saya berdiri di depan mobil, di tengah jalan, diselimuti asap knalpot. Di rimba kemacetan. Menjelang maghrib. Saya angkat ponsel dan menghubungi Kakak. Saya jelaskan duduk perkara dan posisi saya mogok. Kakak menyanggupi datang dengan membawa montir. Dan duit. Kakak dari Bekasi, sekitar lima belas kilometer dari lokasi saya mogok. Sekali lagi saya tegaskan,"..overheat karena kipas mesin mati...".

Sambil menunggu Kakak saya mencoba peruntungan untuk menepikan mobil. Di tengah kemacetan gila seperti itu, ternyata tidaklah gampang mencari celah. Saya sempat berkirim pesan pendek ke Istri menjelaskan hal ini, mungkin bakal pulang kemalaman.

Beberapa pengendara menaruh simpati dengan menanyakan ada apa gerangan. Ada yang tersenyum. Kebanyakan sopir truk. Namun ada seorang ibu tua, sipit, dengan wajah penuh bintik yang mengoceh dari balik jendela mobilnya,"..kasian deh lo...". Saya tersenyum sambil berkata pelan,"...semoga malaikat mencatat hal ini". Lantas masuk mobil dan menyantap 'dunkin donut' peroleh dari teman. Tak lupa minum secukupnya. Saya selalu membawa bekal. Aroma asap dan kopling menyengat.[]haris fauzi - 5 agustus 2008 - 23.54pm

salam,

haris fauzi

No comments: