DI ANTARA DERU SANG WAKTU ..... Time waits for nobody time waits for no one we all must plan our hopes together or we'll have no more future at all ..... (dave clarks's TIME - freddie mercury) Waktu menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Kelompok musik progresif rock lokal, Mystical-8, menggelar lagu terakhirnya di panggung tanggung itu. Awalnya, band ini bermain agak kagok dan kurang percaya diri. Grogi mungkin. Dan baru di lagu terakhir ini mulai nampak karakternya. Bassist-nya bermain di nada - nada yang variatif dan dengan kuat menggebuk dada seperti Steve Harris, dedengkot kelompok heavy metal Iron Maiden. Gitarisnya dari awal sudah kelihatan ayem dengan sound yang berciri hard-rock 80-an. Drummer dan Keyboardis-nya terinfluensi progressive metal. Jadinya ya gado-gado. Sebelum itu, sorenya, ada acara sepak bola ria di kantor. Saya melewatkan kesempatan ini, karena saya tak hendak melepaskan kesempatan langka : ikutan acara launching album grup band Makara. Sempat menyantap sate bareng mas Suryo dan mas Luky (dan mbak....siapa lupa saya namanya). Ketemu mas Suryo, pasti ngobrolnya nyerempet - nyerempet komik. Joe Sacco lagi, Joe Sacco lagi. Selain itu mas Suryo menganjurkan agar saya nonton Kick Andy, "Ada saya duduk bersebelahan dengan Donny Fatah....hahahahaha..." Mas Suryo dan rombongan sudah datang sejak sebelum maghrib ke lokasi konser ini, di Viky Sianipar Music Center. Kami bebarengan memasuki gedung, setelah rombongan resepsi kawinan menyisakan jalan. Panggung Progressive Nite kali itu bakal di gelar di lantai 2, dan di lantai satu ada resepsi kawinan. Maka jadilah berebut lahan parkir. Berebut kesempatan parkir di dalam pagar, dan saya beruntung mendapatkannya. Mystical-8 menyelesaikan tugasnya di atas panggung yang berasap itu dengan baik. MC naik lagi. MC yang semula menganjurkan kepada para penonton untuk mereduksi rokok karena panggung sudah penuh asap nan membahana kayak warung sop konro, namun dia sendiri saat di bangku kayaknya juga menyalakan rokok. Mudah - mudahan saya silap. Waktu menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Saat rencana launching album Makara itu dikumandangkan lagi. Makara adalah kelompok musik yang mengeluarkan album pertama pada 22 tahun silam. Dan kini, hendak merilis album kedua. Sungguh perjalanan yang melelahkan saya kira. Andy Julias, dedengkot Makara, sempat beraktivitas ke sana kemari, men-'didik' masyarakat akan musik progresif, mendirikan perkumpulan, membidik grup baru, dan merilis album mereka. Bukan album Andy Julias sendiri. Seperti tumpengan, rasanya plong. Itu kesan yang saya tangkap dari para personil Makara. Termasuk wajah Adi Adrian, personil awal Makara yang lantas ngetop bareng Katon di KLA Project. Adi nggak ikutan di album kedua ini. Gimana nggak plong ? Penantian 22 tahun. Bahkan ada lagu yang sudah diciptakan pada tahun 90-an, dan baru di rekam sekarang. Waktu yang cukup lama untuk menahan rasa. Sentuhan terakhir sudah siap. Saya menyaksikan dari bangku terdepan, berderet dengan mas Danang dan mas Vin. Panggung kecil itu terasa sesak oleh tujuh personil Makara. Ule terlihat sibuk dengan menenteng gitar dan mengendalikan tuts di keyboard sisi kiri. Fadhil Indra seperti pertapa di keyboard sisi kanan. Andy Julias memegang komando dari balik perangkat drums. Kiki Caloh seakan menghindari spotlight, mepet speaker di belakang Ule. Kalem. Rifki Rahmat bermain dengan indah di samping Fadhil. Duet vokalis, Kadri dan Jimmo, menguasai lapangan tengah. Kadri mengeraskan karakter suaranya, agak beda dengan pas album 'Laron - Laron'. Jimmo santai banget, agak sableng, muncul dari tengah penonton. Menggenggam mikrofon cordless dan menenteng botol minuman air mineral. Seperti kereta api, sang waktu melaju tanpa henti, memakan tanpa pandang bulu, termasuk kepada kelompok musik ini. Rifki dan Jimmo adalah jawabannya. Dan itulah salah satu kesempatannya. Deru sang waktu seakan menantang kita untuk berpacu mendapatkan sejumput kesempatan. Kadang kereta waktu itu demikian rapat, sehingga kita tidak memiliki celah untuk menembus dan menyeberanginya. Bila demikian, maka kita harus berpacu seiring jalannya kereta, bukannya menabraknya. Hanya bila kereta itu memiliki celah yang lega, maka kita bisa menerobos persimpangannya. Kesempatan itu kadang datang dengan cepat, atau seakan tak kunjung tiba. Atau kadang persimpangan itu begitu terbuka sehingga membuat kita lalai bahwa itulah sebetulnya kesempatan kita untuk bergerak. Tinggal bagaimana kita mencermatinya. Semua berjalan seperti itu. Ketika kita mendapatkan sebuah kesempatan, dan bila kita menghargai kesempatan tersebut, maka keindahan adalah milik kita. Makara masihlah tangguh. Dalam talk show, sempat disinggung genre apa yang termuat dalam album baru berjudul 'Maureen' ini. Andy Julias mengatakan, "ada yang bilang neo-progressive, namun itu sih terserah anda". Jawaban bijak. Kesempatan malam itu memang milik Makara. Kelompok ini masih dipuja, walau hanya memiliki satu album dalam dua puluh tahun. Sang waktu tidak menggilasnya begitu saja. Entah berapa lagu Makara manggung, saya tidak mengamati dengan baik. Makara bermain bagus. Walau ada satu hal yang cukup mengganggu, yakni pada saat bintang tamu Reynold memainkan solo piano di lagu 'Unfinished Song', entah mengapa Jimmo menyalakan keyboard hingga berbunyi kacau. Reynold kaget. Untungnya dia tetep bermain indah, hingga di over-lap dengan bagus banget oleh Fadhil Indra. Yang nggak kalah mengganggu adalah adanya bunyi radio yang masuk ke amplifier. Sisanya adalah atraksi yang indah. Walau musti kehilangan ciri vokalis yang lama, Harry Mukti, namun duet vokal Jimmo-Kadri hebat nian. Makara benar - benar bisa memanfaatkan kesempatan, setelah menunggu dua puluh tahun. Dua puluh tahun diganjar dengan duet vokal, duet keyboard, dan duet gitar. Aplus penonton melimpah. Sebelum panggung di tutup, Vantasma memberikan atraksi memukau. Welly Siahaan seperti tukang sihir di belakang keyboard. Vantasma menampilkan beberapa lagu baru, plus lagu lama dalam album 'Beyond Fallen Dreams'. Ciri khas dari Vantasma adalah permainan kompak dan rapi. Berkali - kali Vantasma menunjukkan hal ini, dalam jeda setengah ketuk sekalipun. Salut. Bicara kesempatan, kadang kita tidak menyangka ada hal yang terjadi di belakang. Saat acara berburu tanda tangan, selain mendapatkan tanda tangan para personil Makara di sleeve album 'Maureen', saya juga mendapatkan tanda tangan mas Welly, personil Vantasma, yang dia coretkan di sleeve CD Vantasma 'Beyond Fallen Dreams' yang baru saya beli di even itu juga. Asli saya terlambat memiliki album Vantasma ini, namun karena terlambat, saya malah bisa mendapatkan tanda tangan mas Welly ini. Yah. Begitulah. Kadang kesempatan tidak berpihak, tetapi bukan berarti tidak ada kesempatan sama sekali. [] haris fauzi - 9 agustus 2008 salam, haris fauzi |
Monday, August 11, 2008
kenisah : di antara deru sang waktu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment